“Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog #JuveINA14 dari Nine Sport Inc. untuk memenangkan tiket meet and greet dengan para pemain Juventus. Follow @ninesportinc untuk informasi lebih lanjut.”
Ketika saya ditanya kapan/kenapa suka Juventus saya bingung harus menjawab apa karena saya terlahir dari keluarga Milanisti.
Yang pertama mengenalkan saya pada sepak bola adalah ayah saya dan kebetulan ayah saya adalah pecinta bola sejati dan beliau kebetulan suka dengan timnas Azzurri dan AC Milan.
Saya sebenarnya terlahir dikeluarga Milanisti. Hampir semua keluarga saya yang suka bola adalah Milanisti, mulai dari kakek, ayah dan om-om saya adalah milanisti tapi anehnya doktrin dan ajaran Milanisme yang diajarkan kepada saya tidak mempan dan saya malah suka Juve klub yang secara tradisional adalah pesaing berat AC Milan di Italia.
Pertamatama saya sebenarnya tidak langsung suka dengan klub sepak bola, pertandingan petama yang saya tonton adalah Piala Dunia 1994 dan sejak itu saya suka dengan timnas Azzurri. Mulailah sejak perhelatan piala dunia saat itu saya mulai dikenalkan oleh ayah saya nama-nama pemain bola Italia. Karena yang sering ditonton adalah timnas Italia saya jadi tahu nama-nama pemain timnas Italia waktu itu dan yang sering diberitahukan ayah saya adalah pemain-pemain Milan. Memang tidak bisa dipungkiri era saat itu adalah era kejayaannya Rossoneri berjaya di Italia dan Eropa, dan pemain-pemain Milan yang menjadi idola ayah saya kebetulan mendominasi skuad Italia beliau kenalkan kepada saya mulai dari kapten Baresi, Maldini, Albertini, Donadoni, Massaro dan siapa lagi saya lupa waktu itu ada 7 atau 8 pemain Milan yang masuk skuad timnas Italia. Dari perkenalan itulah ada pemain yang menyita perhatian saya tapi bukan pemain Milan yang selama ini diperkenalkan ayah saya, selain penampilannya yang sering menyita perhatian saya dia juga memiliki penampilan yang lain dari pada yang lain, memakai nomor punggung 10 dan rambut berkuncir seperti kuncir kuda. Waktu itu saya tanya kepada ayah saya: "Pak kuwi kok apikmen maine sing no 10 pemain endi kuwi ora pemain milan yo" (Pak itu kok bagus sekali mainnya yang no. 10 pemain mana itu bukan pemain milan ya) dan ayah saya menjawab: "Kuwi Roberto Baggio pemain Juventus le" (Itu Roberto Baggio pemain Juventus nak). Dan mulai sejak itu saya mengidolakan Roberto Baggio apalagi setelah dia gagal melakukan eksekusi pinalti dilaga final nama dia menjadi semakin terkenal karena kegagalannya.
Setelah Piala dunia saya mulai mengenal Roberto Baggio dan mulai mencari tahu tentang klub asalnya yaitu Juventus. Saya mengidolakan Baggio bukan karena kegagalan dia menendang pinalti tapi karena kenapa dia yang dipersalahkan padahal dua penendang sebelum dia (Baresi & Massaro) juga gagal menendang pinalti. Menurut saya waktu itu yang harusnya patut dipersalahkan atau memiliki dosa yang paling besar adalah mereka berdua karena mereka yang menambah beban Baggio sebagai penendang terakhir.
Walaupun setahun kemudian ada berita yang menyakitkan karena Baggio pindah dari Juventus ke AC Milan tapi tidak tahu kenapa saya juga tidak memindah cinta saya kepada Juventus, mungkin gara-gara saya sudah tidak suka pemain Milan setelah Piala Dunia itu, atau mungkin juga ada seorang pemain lain yang memalingkan hati saya dari "Si Kuncir Kuda" yaitu wonderkid dari Padova "Il Pinturicchio".
Yang pertama mengenalkan saya pada sepak bola adalah ayah saya dan kebetulan ayah saya adalah pecinta bola sejati dan beliau kebetulan suka dengan timnas Azzurri dan AC Milan.
Saya sebenarnya terlahir dikeluarga Milanisti. Hampir semua keluarga saya yang suka bola adalah Milanisti, mulai dari kakek, ayah dan om-om saya adalah milanisti tapi anehnya doktrin dan ajaran Milanisme yang diajarkan kepada saya tidak mempan dan saya malah suka Juve klub yang secara tradisional adalah pesaing berat AC Milan di Italia.
Pertamatama saya sebenarnya tidak langsung suka dengan klub sepak bola, pertandingan petama yang saya tonton adalah Piala Dunia 1994 dan sejak itu saya suka dengan timnas Azzurri. Mulailah sejak perhelatan piala dunia saat itu saya mulai dikenalkan oleh ayah saya nama-nama pemain bola Italia. Karena yang sering ditonton adalah timnas Italia saya jadi tahu nama-nama pemain timnas Italia waktu itu dan yang sering diberitahukan ayah saya adalah pemain-pemain Milan. Memang tidak bisa dipungkiri era saat itu adalah era kejayaannya Rossoneri berjaya di Italia dan Eropa, dan pemain-pemain Milan yang menjadi idola ayah saya kebetulan mendominasi skuad Italia beliau kenalkan kepada saya mulai dari kapten Baresi, Maldini, Albertini, Donadoni, Massaro dan siapa lagi saya lupa waktu itu ada 7 atau 8 pemain Milan yang masuk skuad timnas Italia. Dari perkenalan itulah ada pemain yang menyita perhatian saya tapi bukan pemain Milan yang selama ini diperkenalkan ayah saya, selain penampilannya yang sering menyita perhatian saya dia juga memiliki penampilan yang lain dari pada yang lain, memakai nomor punggung 10 dan rambut berkuncir seperti kuncir kuda. Waktu itu saya tanya kepada ayah saya: "Pak kuwi kok apikmen maine sing no 10 pemain endi kuwi ora pemain milan yo" (Pak itu kok bagus sekali mainnya yang no. 10 pemain mana itu bukan pemain milan ya) dan ayah saya menjawab: "Kuwi Roberto Baggio pemain Juventus le" (Itu Roberto Baggio pemain Juventus nak). Dan mulai sejak itu saya mengidolakan Roberto Baggio apalagi setelah dia gagal melakukan eksekusi pinalti dilaga final nama dia menjadi semakin terkenal karena kegagalannya.
Setelah Piala dunia saya mulai mengenal Roberto Baggio dan mulai mencari tahu tentang klub asalnya yaitu Juventus. Saya mengidolakan Baggio bukan karena kegagalan dia menendang pinalti tapi karena kenapa dia yang dipersalahkan padahal dua penendang sebelum dia (Baresi & Massaro) juga gagal menendang pinalti. Menurut saya waktu itu yang harusnya patut dipersalahkan atau memiliki dosa yang paling besar adalah mereka berdua karena mereka yang menambah beban Baggio sebagai penendang terakhir.
Walaupun setahun kemudian ada berita yang menyakitkan karena Baggio pindah dari Juventus ke AC Milan tapi tidak tahu kenapa saya juga tidak memindah cinta saya kepada Juventus, mungkin gara-gara saya sudah tidak suka pemain Milan setelah Piala Dunia itu, atau mungkin juga ada seorang pemain lain yang memalingkan hati saya dari "Si Kuncir Kuda" yaitu wonderkid dari Padova "Il Pinturicchio".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar